Iklan Blog Hak Merk

Sabtu, 01 Desember 2012

Kasus Pembajakan Software

Kasus pembajakan software di indonesia terus meningkat seiring dengan meningkat SDM para pengguna softwarenya, dalam hal ini SDM pengguna software memang meningkat, tapi bukan berati kesadaran untuk menghargai hak cipta kekayaan intelektual juga meningkat, SDM yang meningkat adalah SDM yang digunakan untuk bajak membajak, SDM untuk melakukan crack pada software-software yang dibuat oleh penciptanya. terkadang Seorang lulusan sarjana komputer atau informatika pun juga hoby bajak membajak.
MEDAN — Berdasarkan laporan Business Software Alliance (BSA) dan International Data Corporation(IDC) dalam Annual Global Software Piracy Study 2007, Indonesia adalah negara terbesar ke-12 di dunia dengan tingkat pembajakan software.
“Persentasenya cukup mengkhawatirkan yakni mencapai 84 persen. Misalnya dari 100 komputer yang diteliti, sebanyak 84 buah diantaranya menggunakan softwer ilegal. Fenomena ini sangat menyedihkan karena pembajakan ini mematikan kreasi dan industri software itu sendiri,” kata Perwakilan BSA Indonesia, Donny A Sheyoputra, di Medan, Ia mengatakan, dewasa ini Indonesia diperkirakan memiliki sekitar 300 perusahaan yang bergerak di sektor Teknologi Informasi (TI).
Dari jumlah itu, hanya 10 perusahaan lokal yang bergerak di industri software, sisanya lebih banyak berkecimpung diluar software, misalnya perusahaan sistem integrasi dan  service dan perusahaan distributor produk hardware.
Menurut dia, minimnya jumlah industri software di tanah air dikarenakan seluruh pengembang software lokal sangat dirugikan oleh pembajakan.
“Software mereka di bajak dan dijual dengan harga sekitar 4-5 dolar dipasaran, bahkan perangkat lunak yang sudah dijual dengan harga 5 dolar pun masih dibajak dan dijual dengan harga dua 2 dolar saja. Banyaknya pembajakan ini juga telah menghapus kesempatan untuk meningkatkan pendapatan industri lokal senilai 1,8 miliar dolar,” katanya.
Direktur Bamboomedia Cipta Persada, sebuah produser softwer lokal, Putu Sidarta, mengatakan, maraknya pembajakan software telah menyebabkan rendahnya kreativitas di industri bidang software ini.
“Berdasarkan laporan para distributor kami diseluruh Indonesia, software Bamboomedia telah banyak dibajak. Jika produk asli dijual dengan harga Rp45.000, maka produk bajakannya hanya dijual dipasaran Rp2.500,”katanya.

http://republika.co.id/berita/36399/Indonesia_Peringkat_12_Pembajakan_Software

Kamis, 29 November 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK


LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
NO.110.2001
KEHAKIMAN. Perindustrian. Perdagangan. Merek. WTO. HAKI (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4131)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2001
TENTANG
MEREK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG UNDANG TENTANG MEREK.

Bagian Pertama
Umum
Pasal 1
Merek sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini meliputi Merek Dagang dan Merek Jasa.
Pasal 2
Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Bagian Kedua
Merek yang Tidak Dapat Didaftar
dan yang Ditolak
Pasal 4
Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik.
Pasal 5
Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini:
a.       bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
b.      tidak memiliki daya pembeda;
c.       telah menjadi milik umum; atau
d.      merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
Pasal 6
(1) Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a.       mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
b.      mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
c.       mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 
(3) Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a.       merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
b.      merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang;
c.       merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.


KETENTUAN PIDANA
Pasal 90
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 91
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 92
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi-geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi-geografis
(3) milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
(4) Terhadap pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi-geografis, diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 93
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi-asal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 94
(1) Barangsiapa memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
Pasal 95
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, dan Pasal 94 merupakan delik aduan.

Contoh Kasus Pelanggaran Hak Merek di Indonesia

16 Januari 2010
1. Tahun 1990 : Ricola Limited (Swis) yang memproduksi permen dengan merek Herb Candy dan Ricola menggugat Ng Miauw Fen (Indonesia) yang memproduksi permen dengan merek sama. Putusan Pengadilan Negeri (PN)  Jakarta Pusat memenangkan Ricola Limited sebagai pemegang merek yang pertama. Tetapi tahun 1992, Ricola Limited yang menggugat PT Sanitas Murni Utama dengan alasan yang sama dinyatakan kalah oleh PN Jakarta Utara. 
2. 1992 : Depkeh menertibkan 54 merek dari RRC yang didaftarkan ke Direktorat Merek oleh perusahaan Indonesia. Ini untuk menghindari kemungkinan gugatan di masa depan. Mereka yang ditertibkan, antara lain Ly Chee (makanan kaleng), Phoenix (sepeda) dan Butterfly (mesin jahit). 
3. 1993 : Ny Tanzil, pengusaha rumah makan dan toko kue, mengajukan gugatan pembatalan merek dagang Ny Tanzil dengan tambahan kata Fried Chicken & Steak dan foto mirip Ny Elliana Tanzil yang didaftarkan di Direktorat Paten oleh PT Honorindo Cemerlang. Gugatan disidangkan di PN Jakpus. Ny Tanzil keberatan dengan merek itu, karena mirip dengan merek dagangnya.

4. 1994 : PN Jakpus mengabulkan gugatan Societe Guy Laroche, pemilik merek ternama Guy Laroche atas PT MPA. Sebenarnya merek Guy Laroche itu sudah didaftarkan PT MPA di Direktorat Merek sejak 1977. Majelis hakim berpendapat merek itu sudah dipakai Societe Guy Laroche lebih dahulu. Merek itu meliputi pakaian, alas kaki, penutup kepala, ikat kepala, peci dan ikat pinggang. 
5. 1995 : Hisar Husma Gultom (32) dan Tatang Karsena (42), Komisaris dan Direktur Utama PT Multi Santosa (Jakarta) dijatuhi hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 9 juta oleh majelis hakim PN Surakarta. Kedua pengusaha itu dinyatakan terbukti memalsukan pupuk cair dengan merek Atonik produksi PT Mastalin Mandiri. 
6. Pengadilan Negeri Jakarta Barat menghukum Wandi Pranoto, warga Tambora dengan dua tahun penjara. Pengusaha konvensi itu terbukti mempergunakan merek kaos Osella secara illegal. 
Sumber : Diolah dari Pusat Informasi Kompas (PIK)

Sumber :  www.indotrademark.com

Kasus Pembajakan Software di Indonesia



Kasus pembajakan software di indonesia terus meningkat seiring dengan meningkat SDM para pengguna softwarenya, dalam hal ini SDM pengguna software memang meningkat, tapi bukan berati kesadaran untuk menghargai hak cipta kekayaan intelektual juga meningkat, SDM yang meningkat adalah SDM yang digunakan untuk bajak membajak, SDM untuk melakukan crack pada software-software yang dibuat oleh penciptanya. terkadang Seorang lulusan sarjana komputer atau informatika pun juga hoby bajak membajak.

Selasa, 20 November 2012

Penanganan Kasus Pemalsuan Hak Merek Belum Memuaskan


Proses penegakan hukum kasus pemalsuan merek sering tidak tuntas sehingga hasil akhirnya tidak memuaskan. Penegakan hukum terhadap kasus-kasus pemalsuan merek di Indonesia masih jauh dari memuaskan. Ini terjadi karena belum ada persamaan persepsi tentang hukum merek di kalangan penegak hukum. Polisi, jaksa, dan hakim sering memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam menangani kasus tersebut. 
Menurut Ketua Perhimpunan Masyarakat Hak Kekayaan Intelektual Indonesia, Gunawan Suryomurcito, perbedaan persepsi membuat kasus pemalsuan merek masih terus terjadi. Jika ini terus terjadi maka investor akan enggan menanamkan modal di Indonesia. "Para praktisi hukum yang khusus menangani kasus-kasus pemalsuan merek sering dihadapkan pada kenyataan bahwa proses penegakan hukum tidak tuntas sehingga hasil akhirnya tidak memuaskan," ungkapnya. Idealnya, menurut Gunawan, para hakim, jaksa, polisi, dan pihak-pihak lain yang terkait mempunyai pemahaman yang sama. Dengan bekal tersebut, penyelesaian kasus-kasus hukum bisa berjalan dengan lebik baik dan cepat. 
Praktisi hukum Wawan Iriawan mengakui sampai sekarang keberadaan produk-produk yang melanggar hak atas kekayaan intelektual (HAKI), khususnya merek dan hak cipta, sangat mudah didapat di pasaran. Orang bisa memperolehnya di tempat perbelanjaan kelas bawah hingga mal dan pusat perbelanjaan mewah. Bahkan, produk tersebut tak hanya ada di kawasan perkotaan, tetapi juga sudah merambah ke perdesaan. Salah satu produk yang masih rawan terkena pemalsuan atau penggandaan tanpa izin adalah software komputer. Khusus di Jakarta, produk seperti ini mudah diperoleh di kawasan Mangga Dua atau Glodok. Demikian pula dengan pembajakan dan pemalsuan produk musik, film dalam kepingan (VCD), atau film dalam kepingan digital (DVD). 
Menurut Wawan, pemerintahan baru dalam Kabinet Indonesia Bersatu hendaknya melihat upaya penegakan hukum sebagai agenda yang penting untuk memulihkan citra Indonesia di mata dunia, khususnya di mata investor. Pemerintahan baru juga perlu terus melanjutkan komitmen penegakan perlindungan hak atas kekayaan intelektual. Apalagi, dalam kampanye sebelum terpilih menjadi presiden, Susilo Bambang Yudhoyono sering menyatakan pembajakan dan pemalsuan menjadi masalah serius bangsa ini. Karena itu, jajaran kabinet baru harus segera mewujudkan tekad tersebut.Melihat kerugian negara yang tak kecil dari usaha-usaha pemalsuan beragam merek, jelas Wawan, tentu seluruh elemen hukum harus segera menyamakan persepsi. Tanpa langkah yang menyatu mustahil kasus-kasus seperti itu bisa terpecahkan. Apalagi, kasus yang ada di Jakarta dan sekitarnya begitu banyak. 
Selain pemalsuan, kasus penyelundupan juga marak terjadi di Jakarta. Tidak hanya barang-barang kelas menengah ke bawah yang diselundupkan ke Jakarta. Barang-barang yang masuk dalam kategori mewah juga makin marak masuk melalui jalur ilegal. Tidak hanya gula impor yang masuk secara ilegal tanpa membayar bea masuk. Kayu-kayu langka juga masih mengalir ke Ibu Kota. Begitu pula dengan produk-produk elektronik, seperti telepon genggam, radio, dan televisi, masih sangat mudah masuk tanpa membayar bea masuk. Tidak hanya itu, komputer dan mobil beragam merek juga masih leluasa lolos secara ilegal. 
Dengan fakta menyedihkan seperti itu, kata Gunawan, tentu aparat pemerintah dan kepolisian harus memiliki komitmen yang sama. Mereka menjadi salah satu elemen kunci dalam penegakan hak atas kekayaan intelektual. Lembaga peradilan tentu saja tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab penegakan HAKI.Menurut Gunawan, komitmen bersama dari seluruh jajaran penegak hukum saat ini menjadi amat penting karena pemalsuan tak hanya merugikan satu pihak. Pemalsuan tak hanya merugikan perusahaan pemegang hak paten (merek), tetapi juga merugikan masyarakat. Konsumen akan terus menjadi korban pemalsuan karena mereka sudah mengeluarkan dana sesuai dengan barang yang asli. Tapi, kenyataannya mereka menerima barang yang tak pantas. Negara pun akan terus kehilangan pendapatan jika terus membiarkan kasus-kasus seperti itu terjadi.

 
Sumber : Republika (1 Nopember 2004) dan www.haki.lipi.go.id

Tersangka Pembajakan Merek

 9 Ribu Tersangka Pembajakan Merek
 
Beijing – Kantor berita resmi China, Xinhua mewartakan, hingga bulan ini polisi telah menangkap dan menahan lebih dari 9 ribu tersangka pembajalan di China. Itu merupakan hasil dari kampanye anti-pembajakan yang digelar selama 9 bulan terakhir, di mana aparat penegak hukum telah berhasil pula memberangus 12 ribu pabrik yang memproduksi barang-barang palsu.
Sementara, Mahkamah Agung China, dalam musim semi tahun ini mengungkapkan, sistem peradilan nasional di negara itu, tahun lalu telah menangani  lebih dari 40 ribu kasus yang berkaitan dengan pelanggaran hak intelektual. Di mana kerugian yang dtimbulkan dari kajahatan itu, mencapai nilai 8 miliar yuan atau lebih dari Rp 10,7 triliun.
Kasus toko diler palsu Apple sebenarnya bisa menjadi petunjuk, betapa mengerikan praktik-praktik pembajakan merek maupun pemalsuan barang di China. “Tapi itu tidak mengejutkan, mengingat begitu banyak kasus-kasus pemalsuan dan pembajakan merek yang dihadapi perusahaan seperti Apple,” ujar Ted Dekan, Presiden BDA China Ltd, sebuah perusahaan riset pasar telekomunikasi.
Ted lantas mengungkapkan, dia pernah melihat sebuah ponsel palsu Apple di China yang bergambar logo apel seperti semua barang produksi Apple. “Tapi logo apelnya tidak pakai gambar apel cuil bekas gigitan, seperti yang dipakai produk asli Appel,” imbuhnya.
Pihak Apple sendri, dalam minggu ini, mengatakan bahwa China adalah kunci utama dalam pesatnya peningkatan produksi dan pendapatan yang mereka gapai dalam kuartal kedua tahun ini – berakhir Juni lalu.
Pendapatan Apple meningkat enam kali lipat dari tahun lalu menjadi 3,8 miliar dollar AS atau sekitar Rp 32,9 triliun, di sejumlah kawasan yang meliputi China, Hong Kong, dan Taiwan, ungkap Chief Operating Officer Apple Timothy Cook. “Saya sangat yakin, itu (toko diler palsu Apple, Red) hanyalah sedikit goresan di permukaan, saat ini. Menurut saya, Apple punya peluang yang sangat-sangat besar di China,” tandasnya
Perusahaan itu, kini tengah merencanakan pendirian dua lagi toko resmi yang menjadi agen besar Apple di wilayah China secara keseluruhan – satu di Shanghai dan satu lainnya di Hong Kong. Menurut rencana, akhir tahun ini dua toko baru tersebut sudah bisa beroperasi.
Suatu kelompok dagang mengungkapkan, praktik-praktik penggandaan ilegal terhadap musik, desain pakaian, maupun barang-barang lain telah mengakibatkan potensi kerugian senilai miliaran dollar AS per tahun. Kamr Dagang Amerika di China mengatakan, 70 persen anggota mereka menganggap, Beijing tidak melakukan penegakan hukum yang efektif terhadap masalah hak paten, merek dagang dan hak penggandaan.
Pembajakan adalah ganjalan utama dan menjadi masalah yang sangat sensitif manakala Washington maupun pemerintah lain negara-negara Barat dalam upaya mereka menciptakan lapangan pekerjaan melalui peningkatan ekspor. Pada tahun 2009, World Trade Organization (WTO) mencatat tudingan AS bahwa Beijing telah melanggar perjanjian dagang antar negara lantaran gagal mengatasi akar permaslahan tersebut
Merajalelanya pemalsuan an pembajakan merek, serta penjiplakan desain juga menjadi ganjalan bagi Beijing untuk penyerapan teknologi industri dari luar. Para pemodal asing rata-rata menyatakan enggan untuk melakukan penilitian tingkat tinggi atau membawa desain teknologi baru ke China, karena khawatir akan praktik pencurian atau penjiplakan teknologi.



Sumber : www.surabayapost.co.id

Hak Merek dalam perspektif Fiqih Islam

Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Merek memiliki banyak fungsi, di antaranya ia mencerminkan sebuah barang atau jasa dari segi jenis, kualitas, mutu, dan cara penyajian. Seorang konsumen yang pergi ke restoran Kentucky Fried Chicken, misalnya, menganggap bahwa tingkat kualitas makanan di semua restoran yang berlabel Kentucky Fried Chicken semua sama, terlepas dari jarak antara mereka. Artinya, restoran KFC di Amerika sama dengan KFC di Indonesia dalam hal kualitas, mutu dan cara penyajian, meskipun jaraknya jauh.
Merek merupakan problematika baru yang muncul seiring makin menggeliatnya aktivitas bisnis. Merek digunakan pertama kali di negara-negara eropa. Sebab itu, pada sekitar pertengahan abad 19, berbagai undang-undang tentang perlindungan merek mulai bermunculan di sana. Baru pada sekitar permulaan abad 20, merek mulai masuk di komunitas masyarakat Islam. Dari sini para ulama berusaha mengkaji hakekat merek dan hukum memakainya sebagai objek transaksi, agar masyarakat khususnya pemakai merek merasa nyaman akan legalitas transaksi tersebut.

Hakekat Merek
Ulama fiqih kontemporer memasukkan merek ke dalam beberapa kategori: Pertama, merek sebagai harta kekayaan (al-Mal). Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang pengertian dan cakupan al-Mal. Ulama mazhab Hanafi membatasi cakupan harta hanya pada barang atau benda, sedangkan mayoritas ulama memperluas cakupannya sehingga tidak terbatas pada benda saja, tapi juga hak-hak (huquq) dan manfa’at (manafi’).
Dalam hal ini, penulis menganggap pendapat mayoritas ulama lebih unggul dibanding pendapat ulama mazhab Hanafi yang membatasi pengertian harta hanya pada benda atau barang saja. Hal itu karena pendapat kedua ini tidak relevan dengan perkembangan zaman. Buktinya, sekarang banyak hal yang bukan dalam bentuk barang tetapi dianggap sebagai harta kekayaan, seperti hak cipta dan hak paten yang bisa dikomersilkan dan mendatangkan keuntungan materi bagi pemiliknya.
Untuk saat ini, salah satu hal non materi tetapi bisa dikomersilkan dan dapat mendatangkan keuntungan luar biasa bagi sang pemilik adalah merek. Sebuah merek akan mendatangkan keutungan bagi pemiliknya apabila terkenal akan kualitas barangnya sehingga banyak diminati oleh para konsumen. Bahkan, kadang-kadang harga sebuah merek jauh lebih mahal dibanding harga perusahaannya.
Barangkali, hasil riset perusahaan Firma riset Millward Brown BrandZ akan membuat kita tercengang, di mana perusahaan itu menempatkan Google sebagai merek terbaik di bidang teknologi dalam daftar 100 merek paling berharga tahun 2010. Disusul dengan merek Apple, IBM, dan Microsoft pada posisi kedua, ketiga, dan keempat.
Millward Brown menilai merek Google bernilai lebih dari US$114 miliar. Jumlah ini 14% lebih besar dari nilai pada 2009. Sedang nilai IBM meningkat 30% menjadi US$86 miliar, dan Apple 32% (US$83 miliar). Microsoft berada di posisi keempat dengan nilai merek sebesar US$76 miliar. Di bawahnya terdapat produsen minuman ringan Coca Cola dengan nilai merek diperkirakan sebesar US$68 miliar.
Semua fakta di atas menunjukkan kepada kita betapa merek telah menjadi harta yang bisa mendatangkan manfaat bagi pemiliknya. Karena itu, ia wajib dijaga dan dilindungi.
Kedua, Merek bisa dijadikan sebagai hak milik (milkiyah). Ia bisa dijadikan sebagai hak milik karena merupakan harta yang bermanfaat dan mendatangkan maslahat bagi perusahaan pemilik maupun bagi konsumen. Apalagi sang pemilik telah mengucurkan tenaga, pikiran, waktu dan dana yang tidak sedikit untuk membuat sebuah merek berikut produk dengan kualitas baik, lalu mempublikasikannya melalui iklan-iklan di televisi, radio, internet dan lain-lain, yang kesemuanya juga membutuhkan biaya. Sebab itu, maka sangat pantas bila jerih payahnya dilindungi dan kepemilikanya terhadap merek diakui. 

Perlindungan Atas Merek
Pada dasarnya perlindungan atas merek dalam syariat Islam kembali kepada perlindungan atas harta dan hak milik. Islam sangat menghormati harta dan hak milik. Kaitanya dengan harta Islam menjaganya dengan cara mensyariatkan berbagai macam transaksi seperti jual beli, sewa menyewa, pergadaian, sebagaimana Allah mengharamkan riba, penipuan, pencurian, dan mewajibkan hukuman potong tangan bagi pencuri.
Sedangkan tentang hak milik, Islam bukan saja mengakui hak milik tetapi juga melidunginya dari manipulasi dan pemborosan. Sebab itu Islam mensyariatkan validasi hutang dengan cara mencatatnya, sebagaimana firman Allah SWT “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu berhutang piutang tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.” (Al-Baqarah: 282).
Akan tetapi di sana-sini kita masih sering mendengar berita pemalsuan merek yang bukan hanya merugikan pemilik merek tetapi juga konsumen. Masih hangat di pikiran kita pemalsuan Merek DUNKIN’ DONUTS dengan DONATS’ DONUTS di Yogyakarta, di mana merek DUNKIN’ DONUTS milik DUNKIN’ DONUTS INC., USA yang telah terdaftar di banyak negara di dunia, termasuk di Indonesia.
Pemalsuan merek melanggar undang-undang Negara Republik Indonesia, terutama UU nomer 15 tahun 2001 tentang merek, sebagaimana melanggar Syariat Islam. Karena itu, maka hukumnya haram sebab termasuk dalam kategori penipuan, bahkan kadang-kadang pemalsuan merek bisa mengancam keselamatan konsumen, terutama apabila yang dipalsukan berupa merek makanan, minuman, atau obat-obatan.
Barangkali kita masih ingat kejadian pesta minuman keras oplosan yang berujung maut di Wonogiri pada bulan Februari lalu, di mana polisi mensinyalir adanya pemalsuan merek oleh pabrik pembuat dengan nama Vodka.
Kejadian di atas – terlepas dari hukum haram mengkonsumsi minuman keras – merupakan salah satu bukti betapa pemalsuan merek bisa merugikan banyak pihak, baik kerugian berupa material, bahkan kadang bisa merugikan kesehatan. Oleh karena itu, para ulama fiqih mengharamkan pemalsuan merek.
Sedangkan mengenai hukuman yang pantas buat pemalsu, dalam syariat Islam tidak ada nash yang membahasnya. Oleh sebab itu maka hukuman yang paling cocok – menurut hemat penulis - adalah ta’zir karena ta’zir merupakan hukuman terhadap suatu kejahatan yang belum ada ketentuanya dalam syariat Islam. Hukuman ta’zir merupakan hak prerogatif pemerintah; apa hukuman yang pantas diberikan kepada pelanggar, dengan mempertimbangkan bentuk pelanggaran, keadaan pelanggar serta ekses yang timbul akibat pelanggaran itu. 

Merek Sebagai Objek Transaksi
Telah disebutkan di atas bahwa fiqih menganggap merek sebagai harta kekayaan yang bisa dijadikan sebagai objek kepemilikan. Dari sini fiqih melegalkan merek sebagai objek transaksi, baik dalam transaksi jual beli, sewa menyewa (pemberian lisensi), dan sebagainya.
Pertama, Jual beli merek. Kurang lebih ada dua metode jual beli merek: cara pertama, suatu perusahaan membeli merek dari perusahaan lain dengan kesepakatan perusahaan penjual akan menyertakan para pakar guna mengajarkan kepada karyawan perusahaan pembeli tentang tata cara pembuatan barang sesuai standar kualitas barang yang diproduksi perusahaan penjual.
Jual beli jenis isi, pada hakekatnya, merupakan jual beli atas pengalaman, sedangkan penyertaan merek merupakan kompensasi dari jual beli itu. Oleh karena itu maka hukumnya boleh dengan dua syarat; merek tersebut harus terdaftar secara sah dan jual beli itu tidak menyebabkan penipuan bagi konsumen.
Cara kedua, jual beli antara kedua perusahaan tanpa disertai kewajiban penjual untuk mengajarkan tata cara pembuatan barang. Adapun tujuan jual beli itu hanya agar barang produksi perusahaan pembeli laku keras di pasaran karena memakai merek itu. Hukum jual beli ini adalah haram karena adanya unsur penipuan, dan menyebabkan salah faham bagi konsumen.
Kedua: Menyewakan merek (memberikan lisensi). Dalam tradisi bisnis modern kita sering mendengar istilah lisensi, yaitu izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
Dari definisi di atas bisa kita ketahui bahwa akad pemberian lisensi secara substantif sama dengan akad ijaroh dalam fiqih klasik. Ijaroh (operasional lease) dalam fiqih sering diartikan sebagai akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Akad ini disyariatkan dalam Islam karena kebutuhan manusia untuk saling menyewakan barangnya.
Dalam fiqih klasik objek yang boleh disewakan tidak terbatas pada barang saja, namun manfaat barang juga boleh disewakan dengan syarat manfaat itu diketahui secara jelas, bisa dipakai dan berupa manfaat yang mubah secara syara’. Oleh karena itu maka akad lisensi hukumnya legal secara syara’ karena termasuk dalam akad sewa menyewa.
Dari pemaparan di atas bisa kita tarik garis kesimpulan bahwa merek masuk dalam kategori harta, sebab itu seluruh ketentuan-ketentuan yang berlaku pada harta benda juga berlaku padanya, seperti bolehnya dimiliki dan dijadikan objek akad (al-ma’qud ‘alaih), baik akad mu’awadhah (pertukaran, komersial), maupun akad tabarru’at (nonkomersial), serta dapat diwaqafkan dan diwariskan.
Di samping itu, merek dilindungi dalam fiqih. Menjiplak, meniru, atau memalsukan merek hukumnya haram, dan para pelakunya akan dikenai hukuman ta’zir, yang bisa berupa denda, penjara, atau apa saja yang menurut pemerintah patut diberikan, dengan mengaca pada pelaku pelanggaran, jenis pelanggaran, dan sejauh mana dampak pelanggaran itu terhadap aktivitas bisnis maupun terhadap konsumen. Wallahu a’lam..


Sumber : www.pesantrenvirtual.com